Kamis, 09 Agustus 2018

Laporan Biologi Laut (Teritip)

Hasil gambar untuk barnacle vector



I.     PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Banyak dari kelompok Crustacea yang belum tersentuh tangan manusia untuk dapat dikelola. Kebanyakan dari Crustacea tersebut hidup di wilayah perairan laut. Namun ada juga di perairan payau.
Crustacea adalah filum Arthropoda yang sebagian besar hidup di laut dan bernapas dengan insang. Tubuhnya terbagi dalam kepala (cephalo), dada (thorax), dan perut (abdomen). Kepala dan dada bergabung membentuk kepala-dada (chepalothorax). Kepalanya biasanya terdiri dari lima ruas yang tergabung menjadi satu. Mereka mempunyai dua pasang antena, sepasang mandibel (mandible) atau rahang dan dua pasang maksila (maxilla). Beberapa diantaranya digunakan untuk berjalan. Ruas abdomen biasanya sempit dan lebih mudah bergerak dari padakepala dan dada. Ruas-ruas tersebut mempunyai embelan yang ukurannya sering mengecil  (Nontji, 1993).
            Namun ada salah satu dari crustacea yang memiliki bentuk tubuh berbeda yaitu Cirripedia atau lebih dikenal Teritip dan Bernacle.

1.2. Tujuan
            Tujuan dari pembuatan karya tulis ini agar jenis hewan yang dibahas lebih mendapat perhatian. Dengan membahasnya secara mendalam maka akan muncul ide atau pengetahuan dengan memanfaatkan spesies tersebut serta memunculkan peluang usaha untuk kedepannya.

II. METODE
            Metode pengumpulan data hanya bersifat dokumentasi. Pengumpulan data dilakukan dengan pencarian terhadap berbagai aspek dari spesies tersebut mulai dari anatomi, morfologi, taksonomi dan lain-lain. Dengan sumber yang beragam seperti jurnal, makalah, buku, dan sebagainya diharapkan dapat memperluas pengetahuan terhadap spesies tersebut.

III. ISI
3.1. Taksonomi & Morfologi
Filum         : Arthropoda
Sub Filum  : Mandibulata
Kelas          : Crustacea
Sub Kelas   : Cirripedia
Ordo           : Thoracica
Sub Ordo    : Balanomorpha
Famili         : Balanidae
Sub Famili  : Balaninae
Genus         : Balanus
Spesies       : Balanus spp.     (Foster, 1978)
Pada umumnya cangkang dari teritip ini adalah putih, kuning, merah, jingga, ungu dan bergaris dengan ukuran cangkang 1-6 cm atau lebih yang diukur dari dasar carina sampai rostrum (Ermaitis 1984).
Balanus psittacus di pantai barat Amerika Selatan dapat mencapai diameter 8 cm dengan tinggi 2,3 cm (Buchbaun 1951 dalam Barnes 1953). Teritip memiliki organ tambahan (appendages) yang disebut juga dengan pasangan cirri yang berguna untuk menangkap makanan. Setiap ujung dari pasangan cirri tersebut terdapat setae yang berguna untuk menyaring makanan (Ermaitis 1984).
Nontji (1993) mengatakan bahwa di dalam cangkang terdapat tubuh yang sederhana yang disertai dengan 6 umbai-umbai yang berbulu-bulu. Jika terendam air umbai-umbai tersebut secara beraturan dijulurkan mekar keluar dan ditarik kembali lewat pintu operculum.
Makanan teritip berupa plankton hewan kecil yang masuk bersama aliran air kedalam mulut. Aliran air terjadi oleh gerakan-gerakan kaki berbulu dan itulah fungsi kaki tersebut, bukan hanya untuk berjalan ataupun berenang (Darsono 1979).
3.2. Anatomi
Teritip memiliki 6 tentakel yang digunakan untuk menangkap makanan yang disebut dengan “cirri”. Enam tentakel tersebut dilengkapi dengan bulu-bulu yang berfungsi untuk menarik air ke dalam cangkang, sehingga mereka bisa makan.
Teritip mengeluarkan tentakel dan memperluas bulu-bulunya ketika air laut pasang. Bulu-bulu tersebut tersegmentasi untuk mengumpulkan plankton dari air. Setelah mendapatkan makanan, tentakel membentuk seperti sendok dimana partikel-partikel makanan yang didapatkan diteruskan ke mulut.
Tentakel kedua digunakan untuk menyaring kadar polusi dan mendeteksi perubahan kondisi air, sehingga mereka bisa hidup meskipun kondisi air tidak baik.

     
Gambar 1. Anatomi Teritip

                                                      
3.3. Distribusi
Teritip dapat hidup di daerah estuaria dan marga ini hidup komensal dengan hewan lain seperti ikan paus, kepiting dan ular laut. Teritip hidup menempel bersama biota-biota lain seperti alga, hidrozoa, tunikata, cacing serta moluska. Balanus tersebar luas di seluruh perairan yang disebabkan oleh cangkangnya yang keras sehingga tahan terhadap perubahan lingkungan yang besar. Penyebaran Balanus dipengaruhi oleh kuat arus dan gelombang (Darsono dan Hutomo 1983).
Hampir semua benda-benda yang terendam dalam air laut misalnya batu, besi, dasar perahu, lunas-lunas kapal, pipa saluran sistem pendingin pembangkit tenaga listrik, saluran pendingin pabrik serta alat pengukur arus dan benda-benda lainnya yang ditempatkan di dalam air sepanjang perairan pantai, muara dan teluk yang beriklim sedang, subtropik dan tropik bisa merupakan substrat yang baik bagi teritip (Romimohtarto, 1977).
3.4. Reproduksi
Teritip seperti kebanyakan binatang penempel lainnya berkembang biak secara hermaprodit, yaitu tidak membuahi telurnya sendiri tetapi menyemprotkan spermanya kepada teritip lain yang terdekat. Teritip melakukan fertilisasi (pembuahan) secara internal yang terjadi dalam rongga tubuh. Pembuahan dapat berlangsung apabila sperma membuahi sel telur. Telur yang telah dibuahi dieramkan dalam rongga tubuh sampai menjadi larva naupli. Larva naupli dicurahkan ke laut sebulan setelah penetasan.
         Costow dan Bookhout (1957) dalam Ermaitis (1984) menyatakan stadium larva terdiri dari naupli, enam stadium yakni naupli I-VI . Lama waktu untuk melewati stadium naupli berbeda-beda. Naupli I membutuhkan waktu 15 menit sampai 4 jam. Naupli II berkisar antara 1-2 hari, naupli III berkisar antara 1-4 hari, stadium IV berkisar antara 1-2 hari, stadium V membutuhkan waktu 2-4 hari dan untuk menyelesaikan stadium VI membutuhkan 2 sampai 3 minggu.
Larva naupli berkembang menjadi larva cypris melalui pergantian kulit yang terjadi satu sampai tiga kali dalam seminggu. Pada pergantian kulit selanjutnya akan terbentuk larva cypris. Cypris kemudian melata dan menetap menjadi teritip muda dan akhirnya membentuk cangkang yang keras.
                         

                                                          Gambar 2. Fase Naupli


                                                           Gambar 3. Fase Cypris

                                    
                                                        Gambar 4. Daur Hidup Teritip

3.5. Pemanfaatan
            Hewan teritip ini dikenal sebagai parasit. Namun teritip dapat dibutuhkan sebagai acuan terhadap kualitas air di sekitarnya karna teritip bersifat filter feeder. Selain itu belum ditemukan cara pemanfaatan lain untuk teritip tersebut.
3.6. Prospek Ekonomi
Dikarenakan pemanfaatan yang masih minim, prospek ekonomi ke depan teritip ini belum jelas. Perlu studi lebih lanjut untuk melihat potensi biota ini.

IV. PEMBAHASAN
            Tritip non parasit dewasa merupakan pengganggu bagi manusia karena mengganggu lunas kapal, pelampung dan tiang-tiang dilaut. Larva cypris mulai menempel pada waktu kapal berada diperairan pantai. Populasi tritip yang padat pada lunas kapal dapat mengurangi kecepatan kapal sampai 30 %, yang berarti pemborosan bahan bakar dan waktu. Beberapa upaya telah dilakukan serta banyak biaya yang dikeluarkan untuk mencegah penempelan larva pada lunas kapal, tetapi hasilnya kurang memuaskan.
        Berbeda dengan yang dewasa, melimpahnya larva nauplius dan cypris yang berenang bebas sebagai meroplankton merupakan sumber makanan bagi hewan pemakan plankton.
Parasit jenis Rhizocephala dapat merugikan peternakan (usaha budidaya) udang dan kepiting. Predator teritip sangat banyak, seperti: cacing, siput, bintang laut, dan ikan. Selain itu, teririp tidak mampu bertahan hidup apabila ada limbah minyak. Mereka juga saling bersaing mendapatkan habitat yang layak bagi dirinya.
Teritip mengandung protein yang tinggi sehingga ia bisa dijadikan sumber makanan bagi ikan-ikan. Fosilnya juga dapat dijadikan sebagai tempat hidup hewan-hewan kecil. Dengan itu teritip dapat dikelola sebagai pakan.
Namun dunia sekarang lebih fokus kepada penanggulangan parasit ini terhadap kapal – kapal yang dihinggapinya. Karna semakin banyak teritip yang hinggap dapat menimbulkan kerugian terhadap kapal tersebut.

Gambar 5. Hubungan Antara Tipe Kapal dan Jumlah Teritip(Maley 1947 dalam Puspasari 1995)


Gambar 6. Hubungan Penempelan Teritip Dengan Lama Waktu Di Pelabuhan Setelah Docking Kering


V. KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1. Kesimpulan
            Teritip yang hidup sebagai parasit memang lebih banyak menimbulkan kerugian, namun karna sifatnya sebagai filter feeder dapat dimanfaatkan sebagai acuan kualitas perairan tempat ia hidup.
5. 2. Saran
     Karna pemanfaatan yang masih kurang, sebaiknya studi-studi atau penilitian terhadap teritip harus terus didorong agar teritip tidak hidup sebagai parasit di kehidupan masyarakat sehari –hari.


DAFTAR PUSTAKA
Agustini et al, 2008, Kebiasaan Makanan Balanus dan Hubungannya Dengan Kelimpahan Plankton Di Suralaya, Banten. Jurnal. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
Barnes, H and H. T. Powell. 1953. The Growth of Balanus balanoides (L) and Balanus crenatus Brug. Under Varying Condition of Submertion. Journal of The Biology. Association of The United Kingdom 32 (1-3) : 107 -127.
Darsono, P. 1979. Catatan Tentang Sifat dan Daur Hidup Teritip (Barnacle). Pewarta Oseana V (3) : 16 – 19.
Darsono, P. dan Hutomo, M. 1983. Komunitas Biota Penempel di Perairan Suralaya, Selat Malaka. Jurnal Oseanologi di Indonesia 16 : 29 – 41.
Ermaitis. 1984. Beberapa Catatan tentang Marga Teritip (Balanus spp). Pewarta Oseana IX (3): 96-101 hal.
Foster, B.A. 1978. The Marine of New Zealand Barnacle. New Zealand
Maley, O.H. 1947. Nature and Extent of Fouling of Ships Bottom. United States Bureau of Fisheries Bull.
Nontji.2002. Laut Nusantara. Jakarta : Djambatan.
Oceanographic Institute Memoir 69, Wellington. 143 hal.
Puspasari, I. A. 1995. Pengaruh Lama Berlayar dan Posisi Pada Lambung Kapal Terhadap Kelimpahan Biota Penempel Pada Kapal Feri. Tesis Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. 75 hal (tidak diterbitkan).
Romimohtarto, K. 1977. Beberapa Catatan Tentang Teritip (Balanus spp) sebagai Binatang Pengotor di laut. Oseanologi di Indonesia. 7: 25-42 hal.
Suwignyo, Sugiarti. 1989. Avertebrata Air. Bogor. Lembaga Sumberdaya Informasi. IPB
Erghi, Muhammad. 2010. Crustacea. http://nemofishunhas.blogspot.com. Diakses tanggal 3 April 2015.
Hermawan. 2010. Crustacea. http://e-dukasi.net. Diakses tanggal 5 April 2015

0 Komentar:

Posting Komentar

 
biz.